Senin, 28 November 2011

Peristiwa 10 November Perjuangan Rakyat Surabaya

Rakyat Indonesia larut dalam euforia kebahagian kemerdekaan setelah dibacakan dan disebarkannya informasi proklamasi kemerdekaan republik Indonesia ke seluruh daerah di Indonesia pada 17 Agustus 1945. Mereka tidak menyadari bahwa perjalanan republik itu masih panjang dan terjal. Soekarno dan Hatta menyadari bahwa Belanda dan sekutu yang berhasil mengalahkan Jepang dalam perang Asia Timur Raya akan kembali menduduki Indonesia.
            Sekutu yang tergabung atas berbagai negara Eropa dan Amerika berbagi tugas setelah berhasil menduduki Jepang. Amerika Serikat bertugas mengamankan Jepang, sedangkan untuk daerah Asia Tenggara termasuk Indonesia diserahkan kepada Inggris. Belanda dalam hal ini NICA berusaha ambil bagian dalam mengamankan Asia Tenggara khususnya Indonesia.
            Belanda yang turut ikut dengan Inggris dalam misi mengamankan Asia Tenggara masih berniat untuk mengembalikan kekuasaannya di Indonesia, seperti sebelum terlibat perang dunia II dan dipukul mundur dari Indonesia oleh pasukan Jepang pada tahun 1942. Ditambah lagi hasil perjanjian Postdam yang dibuat Amerika Serikat, Perancis dan Inggris yang menyebutkan bahwa negara – negara yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Sekutu diberi hak untuk memperoleh kembali daerah jajahannya. Dengan kata lain Belanda dapat dengan legal menjajah Indonesia kembali.
            Hal ini sungguh sangat bertentangan dengan hasil perjanjian Chequers pada 14 Agusuts 1941 yang diusung oleh Presiden Amerika Serikat Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris Churchill, yang melahirkan Atlantic Charter. Isi dari Atlantic Charter yaitu kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan mewujudkan perdamaian dunia. Sungguh ironis, justru pihak sekutu dan Belanda khususnya ingin kembali menjajah Indonesia serta membunuh ribuan rakyat Indonesia dalam agresi militernya.
            Pada tanggal 30 Oktober pasukan Inggris berkebangsaan India (Gurkha) berhasil mendarat di Jakarta dibawah pimpinan Mountbatten, kemudian disusul di daerah Semarang pada 20 Oktober, di Surabaya pada 25 Oktober, di Medan pada 10 Oktober dan di Palembang pada 25 Oktober. Pada awalnya sekutu khususnya Inggris membatasi tindakan – tindakan pasukannya untuk tidak terlalu jauh melakukan peperangan seperti yang diharapkan NICA. Pihak Inggris hanya melakukan pelucutan senjata – senjata pasukan Jepang dan membebaskan tawanan – tawanan perang Jepang. Namun di beberapa kota seperti di Jakarta serdadu NICA selalu melakukan provokasi dan tindakan kekerasan terhadap rakyat Indonesia.
            Bahkan Jenderal Sir Philip Christison yang berada di Singapura mengeluarkan perintah kepada pasukannya untuk tidak mencopot pemimpin republik Indonesia seperti Soekarno dan Hatta. Sebaliknya Christiton meminta kepada pemimpin republik dan pemimpin partai untuk menyambut pasukan Inggris dengan baik serta bekerja sama dalam melucuti senjata Jepang dan membebaskan tawanan perang.
            Namun tindakan kekerasan yang dilakukan pasukan NICA kepada rakyat Indonesia semakin menambah konflik antara rakyat Indonesia menjadi meluas. Di Pekalongan rakyat Indonesia dibantai oleh polisi militer Jepang yang masih berkuasa. Rentetan perisitiwa memilukan ini semakin menambah kemarahan rakyat terhadap kaum penjajah.
Di Surabaya pada 3 Oktober, Laksamana Shibata Yaichiro memerintahkan kepada pasukannya untuk menyerahkan senjata Jepang kepada rakyat Surabaya. Pasukan Jepang di Surabaya mendukung rakyat Surabaya untuk melawan pasukan sekutu dengan memberikan senjatanya kepada rakyat Surabaya. Pada 21-23 Oktober Persatuan Nahdatul Ulama mengajukan resolusi jihad pada pemerintah republik Indonesia. Sedang Partai Islam Masyumi juga mengajukan resolusi jihadnya pada tanggal 7 November di Yogyakarta untuk menghadapi serangan pasukan sekutu.
Kedatangan Angkatan laut NICA pimpinan Huijer semakin meningkatkan ketegangan rakyat Indonesia dengan sekutu dan NICA. Para pemuda Indonesia menangkap dan menahan Huijer. Pada tanggal 25 Oktober pasukan Inggris Gurkha dibawah pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby datang dengan misi damai dan gencatan senjata dengan para pemuda. Kedatangan Mallaby disambut dengan kecurigaan dan kebencian dari rakyat. Situasi berhasil terkendali selama satu hari, namun berikutnya terjadi peristiwa yang tidak dapat diterima oleh rakyat dan pemuda. Mallaby mengeluarkan kebijakan yang mengecewakan rakyat yaitu membebaskan Huijer dan pasukannya. Puncaknya adalah ketika pasukannya sekutu menyebarkan pamflet yang berisi bahwa penyerahan seluruh senjata yang dimiliki rakyat Surabaya kepada pasukan sekutu.
Pertempuran tak terelakkan lagi, pemuda menyerang pasukan sekutu dan NICA. Dengan dukungan 120.000 ribu pemuda, Tentara Keamanan Rakyat dengan mudah memukul mundur pihak sekutu. Pihak sekutu berusaha mendatangkan Soekarno dan Hatta untuk menghentikan peperangan. Kebijakan ini berhasil menenangkan hati rakyat dan segera menghentikan peperangan. Namun setelah Soekarno kembali ke Jakarta, perang kembali terjadi. Sekelompok pemuda menebak mati Mallaby pada saat ingin memberlakukan gencatan senjata.     
            Setelah terbunuhnya Mallaby, Soekarno memerintahkan rakyat Surabaya untuk berhenti menyerang pasukan sekutu, membebaskan 6000 pasukan NICA yang ditahan dan menginzinkan pendaratan 15.000 pasukan sekutu divisi India pada 9 Oktober di Surabaya. Soekarno tidak menyadari bahwa sekutu berniat untuk melakukan pembalasan atas terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby. Di bawah pimpinan Jenderal Mansergh sekutu mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya agar menyerahkan senjata dengan atau tanpa syarat kepada pasukan sekutu paling lambat jam 06.00 pagi 10 November 1945.
            Rakyat Surabaya tidak menghiraukan ultimatum pasukan sekutu tersebut dan bertekad mempertahankan kota Surabaya sampai tetes darah penghabisan. Bung Tomo dari Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia memberikan komando dan semangat kepada rakyat Surabaya, agar mempertahankan kemerdekaan republik Indonesia sampai tetes darah penghabisan. Melalui radio bung Tomo membangkitkan semangat rakyat Surabaya untuk berjihad di jalan Allah. Beliau mengakhiri pidatonya dengan Asma Allah, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar sekali merdeka tetap merdeka, lebih baik mati dari pada hidup dijajah”.
            Maka pada 10 November pesawat Mosquito dan Thurderbolt dari Royal Air Force Inggris menghujani kota Surabaya dengan rudal. Dari arah laut, kapal penjelajah Sussex dan beberapa kapal Destroyer menembakkan meriamnya kearah jantung kota Surabaya. Dengan seketika pemandangan kota Surabaya berubah menjadi lautan darah dan api. Ribuan rakyat gugur sebagai Syuhada, tidak gentar mengahadapi raungan bom dari pasukan pemenang perang dunia ke II yang tangguh itu.
            Pasukan Inggris terkejut atas semangat heroisme rakyat Surabaya dan mulai menyadari bahwa rakyat Indonesia tidak bisa lagi dipaksa tunduk hanya dengan kekerasan. Pasukan Inggris mulai menyadari bahwa pertempuran – pertempuran yang mereka lakukan hanya semakin memperbesar pengeluaran biaya perang mereka. Ali Jinnah dari perserikatan Muslim India dan Jawaharlal Nehru memprotes tindakan pembunuhan rakyat Indonesia yang dilakukan pasukan Inggris dengan menggunakan tentara Gurka.            
            Peperangan di Surabaya memacu semangat rakyat Indonesia di berbagai daerah lain di Indonesia. Peperangan akhirnya diakhiri dengan jalan diplomasi pemerintah republlik Indonesia melalui perjanjian Linggarjati dengan pihak Belanda. Meski hasil perundingan Linggarjati sangat merugikan bangsa Indonesia karena semakin menyusutnya wilayah Indonesia dengan hanya meliputi Sumatera, Jawa dan Madura. Tetapi saat inilah Republik Indonesia diakui secara de facto oleh Belanda dan dunia Internasional sebagai negara yang merdeka.
            Peristiwa perlawanan 10 November Surabaya banyak mengandung hikmah yang dapat dipetik di saat ini. Bahwa kita merupakan bangsa yang memiliki jiwa patriotisme dan cinta tanah air sangat besar. Bila dipikirkan dengan akal sehat, sulit kiranya kita terima bahwa musuh yang kita hadapi adalah pasukan yang berhasil memenangkan perang dunia ke II yang memiliki peralatan tempur yang canggih. Tidak banyak negara yang merebut kemerdekaannya dengan pengorbanan nyawa rakyatnya. Maka seharusnya kita bangga dan berterimakasih kepada para pahlawan yang telah berjuang mempertaruhkan nyawanya demi kemerdekaan.  

Oleh : H.  Harahap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar