Senin, 08 Oktober 2012

PERS PERGERAKAN NASIONAL


Oleh : Didik Pradjoko
        
        Perkembangan media cetak sudah muncul sejak adab ke-18, ketika VOC menerbitkan laporan-laporan kegiatan VOC dan berita-berita lelang dalam Bataviasch Nouvelles tahun 1745, yang kemudian disusul oleh penerbitan berbagai Koran berita, perdagangan (handelsblad) dan advertentieblad (iklan) yang didirikan oleh orang Belanda sampai abad ke-19. Pada abad ke-19 inilah akibat perubahan sosial, ekonomi dan teknologi yang semakin maju muncul juga Koran dan majalah berbahasa Melayu baik yang diterbitkan oleh kalangan Belanda, Indo Belanda dan Tionghoa. Seperti Soerat Kabar Berbahasa Melaijoe (Surabaya, 1856), Slompret Melayoe (Semarang, 1860), Bintang Timur (Surabaya, 1862 dan Padang 1865). Selain itu yang cukup menarik adalah munculnya Koran-koran berbahasa daerah baik yang ada di Jawa maupun daerah luar Jawa.[1]

            Koran-koran Jawa misalnya diterbitkan awalnya oleh kalangan Belanda dan Indo Belanda, seperti Bromartani terbit tahun 1855 di Surakarta diawaki oleh C. F. Winter yang ahli bahsa dan budaya Jawa. Namun penggunaan aksara dan bahasa Jawa dalam Koran tersebut membuat tertobosan baru mengingat banyak orang Jawa yang belum dapat membaca huruf latin atau menggunakan bahasa Melayu. Sebagai catatan pada awal abad ke-20 sebagian besar masyarakat Indonesia belum dapat menggunakan bahasa Melayu yang hanya dipergunakan sebagian penduduk di Sumatera dan daerah-daerah yang menggunakan dialek Melayu, selain sebagai bahasa pengantar tidak resmi di kalangan masyarakat di kota-kota dagang di Indonesia.
            Daya tarik Koran-koran yang diterbitkan pada waktu itu adalah berisi pemberitaan tentang kisah-kisah sejarah, sastra, berita pemerintah, pelelangan barang, mutasi pejabat, berita tetrkait pertanian, industri, berita lokal dan bahkan berita dari luar negeri, selain iklan-iklan produk dan juga jadwal keberangkatan kapal-kapal. Secara umum surat kabar-surat kabar yang diterbitkan tersebut dapat dibagi atas 3 tipologi, yaitu pers Belanda, pers Tionghoa dan pers Pribumi.[2]
            Pada awal abad ke-20 muncullah kaum intelegensia yang mengalami pendidikan Barat namun jiwa dan semangat yang muncul dari mereka adalah anti penjajah/Belanda. Mereka mulai mendirikan berbagai organisasi baik yang bersifat lokal, sosial, budaya, politik maupun keagamaan. Dalam memperjuangankan gagasan dan ide-idenya mereka juga menggunakan media surat kabar sebagai sarana menyampaikan pesan kepada anggotanya dan juga khalayak luas.[3]    
            Terkait dengan hubungan antara media cetak atau pers dengan semangat kebangsaan Ahmat Adam berpendapat bahwa perkemabngan media cetak atau pers yang marak sejak abad ke-19 terutama di Pulau Jawa turut menumbuhkan semangat kebvangsaan atau modern Indonesia conciousness, yang pada dasarnya adalah keinginan bangsa Indonesia untuk berpikir dan bertindak untuk meningkatkan diri dalam bidang-bidang sosial, ekonomi, politik dalam kehidupan masyarakat kolonial.[4] Kaum intelegensia mengusung gagasan tentang ‘kemadjoean’ atau progress, mereka mempunyai pandangan dan cita-cita terhadap realitas dan perubahan sosial yang diharapkan melalui perjuangan organisasi dan juga melalui pers. Bagi mereka pers dapat menjadi media yang bisa memberitakan kejadian-kejadian penting yang dapat menginspirasi pembacanya untuk maju dan pintar.
            Kesadaran seperti inilah yang muncul lambat laun setelah banyak penduduk yang mengakui dan membaca isi berita Koran-koran. Fungsi pers selain sebagai penyebar informasi, juga menjadi medium yang baik untuk meletakkan pengaruh pada publik atau pembaca, selain itu pers juga mempunyai potensi membangkitkan kesadaran kolektif.[5]

            R. M. Tirtoadhisoerjo merupakan perintis perjuangan pers pergerakan kebangsaan ketika menerbitkan surat Kabar Medan Prijaji tahun 1907 di Bandung. Medan Prijaji banyak mengkritik kebijakan penguasa lokal maupun kolonial yang yang dinilai korup dan mengeksploitasi rakyat, sangat peduli akan nasib kesejahteraan dan pendidikan rakyat pribumi. Tentunya Medan Prijaji hanyalah salah satu contoh pers diantara puluhan pers pergerakan, baik itu Budi Utomo, Serekat Islam, Muhammadiyah, Indische Partij, Perhimpunan Indonesia dan lain-lain.  



[1] Untuk melihat data tentang nama surat kabar selama abad ke-19 dan awal abad ke-20 dibaca dalam Subab, C. ‘Perkembangan Pers Indonesia’ dalam Buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid V, Depdikbud, 1984, Bab IV tentang Komunikasi Sosial dan Edukasi.
[2] Ahmat Adam, Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindonesiaan, Jakarta, Hasta Mitra, Pustaka Utan Kayu, KITLV-Jakarta, 2003.
[3] Andi Suwirta, Suar dari Dua Kota: Revolusi Indonesia dalam Pandangan Surat Kabar Merdeka (Jakarta) dan Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta) 1945-1947, Jakarta, Balai Pustaka, 2000, hlm. 19
[4] Ahmat Adam, Op.Cit., hlm. XIII-XV
[5] Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional Dari Kolonialisme sampai Nasionalisme Jilid 2, Jakarta, Gramedia, 1990, hlm. 113